Di era digital, remaja lebih banyak menghabiskan waktu untuk scrolling media sosial daripada membaca buku atau artikel mendalam. Anak usia 10 - 18 tahun yang menggunakan media social hampir mencapai 32% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2023).
Lantas, apa penyebab dan dampak dari kebiasaan ini?
PENYEBAB MALAS MEMBACA
Dibanjiri
Konten Instan
Di era modern yang seba canggih sekarang
ini, pengaruh platform digital (Facebook, TikTok, Instagram, YouTube) menawarkan
visual menghibur serta informasi yang sangat instan, sehingga mengurangi
ketertarikan pada aktivitas membaca yang membutuhkan fokus lebih lama.
Remaja terbiasa mengonsumsi konten
singkat (TikTok, Instagram Reels, Short Youtube) yang tidak melatih
fokus untuk membaca teks panjang.
Menurut survei Talker Research
(2024), dari 2.000 responden yang mengisi survei, rata-rata remaja
menghabiskan 6,6 jam per hari untuk mengakses media sosial dengan 11% di
antaranya menghabiskan waktu lebih dari 15 jam.
Sebagai gambaran bahwa anak muda, selama
15 menit penggunaan media sosial, mereka dapat mengakses hingga 60 video
berdurasi 15 - 60 detik.
Bayangkan, jika dalam 15 menit saja kita
bisa menonton video pendek (Reels Instagram, Short Youtube, Tiktok). Maka,
selama 6.6 jam penggunaan media social, kita bisa menonton sebanyak ± 1.584
buah video.
Lingkungan Tidak
Mendukung
Orang tua jarang memberi contoh
kebiasaan membaca di rumah. Jika orang tua tidak memberikan contoh kebiasaan
membaca di rumah, hal ini bisa berdampak signifikan pada perkembangan literasi
dan minat baca anak. Hal itu membuat anak beranggapan bahwa membaca adalah
kewajiban di sekolah.
Sedangkan kurikulum sekolah sering
memaksa siswa membaca buku teks kaku dengan penyajian monoton, alih-alih materi
yang sesuai minat remaja seperti novel, komik edukatif, atau majalah sains
populer. Belum lagi buku perpustakaan sekolah yang tidak update dan ruangan
yang tidak nyaman, Padahal, studi National Literacy Trust (2023) membuktikan
bahwa 73% jika remaja lebih tertarik membaca yang materinya terkait hobi
mereka.
Contoh Nyata: Di Finlandia, siswa
diberi kebebasan memilih bacaan (bahkan komik) untuk pelajaran sastra, sehingga
minat baca mereka termasuk tertinggi di dunia (PISA, 2022).
Indonesia juga bisa menerapkan metode
Pendidikan Finlandia kedalam system Pendidikan dalam negri, daripada memaksa
siswa untuk membaca buku paket konvensional yang cukup tebal dan membosankan,
kita bisa mengganti dengan novel atau komik yang relevan dengan mata pelajaran.
Missal:
- Novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata untuk bidang studi Sosial
- Novel Duel Para Elang: Pertempuran Udara Diatas Hindia Belanda karya Nino Oktorino untuk bidang studi Sejarah
- Novel Artemis karya Andy Weir untuk bidang studi Sains
Lalu guru memberikan ruang diskusi bagi
siswa dan menjelaskan keterkaitan buku tersebut dengan materi pelajaran. Jika
hal itu diterapkan, maka, proses belajar dan mengakan akan menjadi lebih seru
dan terbuka, sehingga menciptakan komunikasi 2 arah antara guru dan murid serta
minat baca siswa jadi meningkat dan dapat berfikir lebih terbuka.
DAMPAK YANG TERABAIKAN
Kemampuan
Analisis dan Observasi Menurun
Kebiasaan konsumsi media social dengan
konten yang tidak ada habisnya, membuat remaja sulit melepaskan diri dari
gadget. Mereka terdorong untuk terus mengecek ponsel, kebiasaan tersebut
membuat otak terbiasa dengan distraksi dan gangguan. Siklus ini menyebabkan
penurunan kemampuan seseorang untuk fokus pada satu hal yang sedang dilakukan,
kesulitan memahami teks kompleks, berpotensi gagap menghadapi misinformasi.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan
Informasi (Kominfo), Dedi Permadi (2021) menyampaikan,
bahwa berdasarkan Analisis UNICEF (2021) yang merujuk pada sebuah Studi di
Jerman (2020) menemukan sekitar 76 persen anak muda berusia 14-24 tahun mudah
terpapar hoaks atau misinformasi sekali dalam seminggu.
Karena rendahnya minat membaca
menyebabkan rendahnya literasi generasi muda, maka, generasi muda menjadi malas
untuk menganalisa dan mengobservasi sebuah informasi secara pribadi, sehingga
membuat generasi muda Indonesia masih mudah percaya pada berita hoaks dan
disinformasi.
Kosakata Terbatas dan Empati Rendah
Jika seseorang memiliki kosakata yang
terbatas dan tingkat empati yang rendah, dampaknya bisa lebih kompleks karena
kedua faktor ini saling memengaruhi. Penelitian Journal of Childhood
Development (2022) membuktikan remaja yang jarang membaca fiksi memiliki
empati lebih rendah.
“Kenapa kok jarang baca buku fiksi jadi
rendah empati?”
Buku non-fiksi memang sangat bagus untuk
dipelajari terutama untuk menambah wawasan, tetapi buku non-fiksi sulit
dimengerti oleh pembaca pemula. Karena buku non-fiksi berisi fakta, data dan
informasi yang diperoleh dari hasil reset, analisis ilmiah, atau penelitian.
Sehingga, isi buku dapat dipertanggungjawabkan karena buku berisi data-data
lebih factual.
Sedangkan buku fiksi berisi cerita yang
tidak berdasar, imajinatif, atau khayalan. Sehingga memaksa pembaca mengalami
dunia melalui sudut pandang karakter yang berbeda, membaca fiksi juga bisa
mengurangi stres dengan membawa pembaca ke dunia lain. Buku fiksi sering jadi
bahan obrolan mendalam, karena dalam satu buku terdapat berbagai macam sudut
pandang cerita.
COUNTERARGUMENT (BANTAHAN)
"Tapi kan sekarang ada e-book dan
audiobook yang lebih praktis?"
Benar, tapi masalah utamanya bukan pada
format, melainkan kebiasaan dan lingkungan dan keduanya tetap butuh kemauan dan
kemampuan untuk fokus.
KESIMPULAN
Malas membaca bukanlah kesalahan remaja
semata, melainkan kegagalan sistem dalam membuat literasi terasa menyenangkan.
Jika akses, contoh, dan system diperbaiki menjadi lebih ramah untuk generasi
muda, maka lambat laun budaya baca bisa tumbuh. Seperti kata Joseph Addison:
"Membaca adalah alat paling dasar untuk meraih hidup yang lebih
baik." dan Barbara W. Tuchman: “Buku adalah pembawa
peradaban. Tanpa buku, sejarah itu sunyi, sastra itu bodoh, sains lumpuh, pemikiran
dan spekulasi terhenti.”
Penulis: Ihdaul
Fajri
Sumber:
Indonesia Heritage Foundation, 2025 - https://ihf.or.id/benarkah-media-sosial-berpengaruh-terhadap-rentang-fokus-remaja/
Efendi, Z.,
Hisyam, W. N., & Faristiana, A. R. (2023). “Kurangnya Minat Baca
Buku Kalangan Mahasiswa”. Student
Scientific Creativity Journal, 1(4), 382-398. - DOI: https://doi.org/10.55606/sscj-amik.v1i4.1676
Komentar
Posting Komentar